Takdir. Siapa yang bisa menebaknya? mungkin cuma Dukun, dan itupun pasti dengan bantuan Setan; musyrik.
Manusia diciptakan di dunia memang untuk menjalani takdirnya. Mengikuti garis perjalanannya dengan sungguh-sungguh. Tak perlu menebak-nebak tentang apa yang akan kita terima kelak. Cukup berusaha dan berdoa, karena memang kita diperintahkan Tuhan untuk itu.
Seperti halnya apa yang terjadi pada kawanku ini. Dia tidak pernah meminta jika kehidupan di masa kecil hingga dewasanya akan nomadik. Dari mulai pendidikan dasar hingga menengah atas, dia berpindah sekolah empat kali di empat provinsi yang berbeda. Dia hanya berusaha pasrah dan menjalaninya dengan sungguh-sungguh.
Seperti keinginan kedua orang tuanya. Akhirnya, dia tumbuh menjadi orang yang tangguh, dengan berjuta pengalaman kehidupannya di bermacam tempat berbeda. Harapanku, kita bisa saling bertukar pengalaman karena dirinya pasti lebih banyak cerita menarik di balik drama kehidupan nomadiknya kala itu. Walau mungkin, jika aku tanya bagaimana pengalaman waktu kecilnya, dia akan bilang “LUPA!”, ya … menyebalkan memang. Semoga dia benar-benar pelupa, bukan orang yang berusaha melupa.
Seperti halnya perempuan pada umumnya. Di balik ketangguhan dalam dirinya, dia mempunyai satu sisi lemah lain. Menangis jika tersakiti, sedih jika dikecewakan, kesal jika ada hal yang tidak berjalan dengan semestinya. Seperti dua tahun lalu, ketika dirinya sakit hati ditinggalkan seseorang yang menurutnya tak akan pernah meninggalkannya. Lalu serta-merta menyalahkan takdir yang seolah dengan tiba-tiba merenggut kebahagiaannya.
Begitu juga merasa kecewa saat tempohari atasannya memberi tambahan beban pekerjaan yang seharusnya orang lain lah yang mengerjakannya. Atau seperti semalam, yang tiba-tiba kesal karena laptopnya tiba-tiba mati. Padahal ada file penting di dalamnya dan harus dikumpulkan malam itu juga, alhasil itu membuatnya mengetik ulang tugas yang sudah dikerjakan seharian.
Tapi bukan dia, jika mudah tumbang karena hal-hal kecil seperti itu. Karena dia tau, seberat apa pun masalahnya, dirinya masih memiliki sahabat yang selalu ada untuk tempatnya bersandar. Membiarkannya menangis, kemudian mengajaknya untuk memulai kembali dan menyemangati. Pun dia kini sadar, jika apa yang disukainya, belum tentu Tuhan menyukai pula. Meski terkesan berat, Tuhan percaya jika dia akan mampu melalui tiap-tiap langkah perjalanannya.
Pada akhirnya di situlah letak unik dari sebuah perjalanan hidup. Semua yang datang dan pergi pasti memberikan pelajaran dalam hidup kita. Walau takdir sudah ditentukan, namun kita tidak boleh hanya berpangku tangan. Dengan berdoa dan berusaha menjalani takdir itu semaksimal mungkin, siapa tahu dengan seizin Tuhan, takdir kita dapat berubah menjadi lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar