Andai saja kau bisa merasakan, bahwasannya menaruh hati kepada seseorang yang hampir sah menjadi pemilik hati lelaki lain begitu menyiksa. Serba salah memang. Benih-benih yang telah tumbuh dalam pangkal pikiranku, merangsang otak untuk senantiasa berdialog bersamamu.
Meski aku tahu, bagaimana ujung kisah ini. Meski aku tahu, akhir perjalanan kita. Aku hanya ingin berdoa, agar Tuhan memberi waktu lebih lama lagi untuk kebersamaan yang tak semestinya kuharapkan ini. Yaa ... aku ingin Tuhan tak buru-buru memisahkanmu dariku.
Bagaimana jika memang Tuhan tak setuju dengan harapanku?
Aku sendiri pun tak dapat membayangkan, segila apa aku kelak ketika hanya bisa pasrah melihat punggungmu menjauh dari pandangan mataku. Akankah kau akan sekali saja menoleh kepadaku, lalu memberikan senyum terakhirmu? Atau hanya sekadar melambaikan tangan, tanda selamat tinggal untukku darimu?
Benar memang kata orang-orang, jika rasa semakin besar, semakin berat pula kelak kita menyeretnya pergi meninggalkan si pencipta rasa tadi. Yaa ... kaulah si pencipta rasa itu. Pencipta segala rasa yang belum pernah aku cicipi sebelumnya. Andaikan rasa itu bisa diceritakan, aku ingin memesan rasa seperti rasa keripik kaca kesukaanmu itu. Agar aku juga bisa menjadi candu untukmu.